KESEHATAN
MENTAL
Nama: Putri Meutia Nurfadhila
NPM: 18514612
Kelas: 2PA16
A. Konsep
Sehat
I.
Konsep sehat menurut Parkins (1938) adalah suatu
keadaan seimbang yang dinamis antara bentuk dan fungsi tubuh dan berbagai
faktor yang berusaha mempengaruhinya. Dan menurut White (1977), sehat adalah
suatu keadaan di mana seseorang pada waktu diperiksa tidak mempunyai keluhan
ataupun tidak terdapat tanda-tanda suatu penyakit dan kelainan.
WHO pun mengembangkan defenisi tentang sehat. Pada
sebuah publikasi WHO tahun 1957, konsep sehat didefenisikan sebagai suatu
keadaan dan kualitas dari organ tubuh yang berfungsi secara wajar dengan segala
faktor keturunan dan lingkungan yang dimiliki. Sementara konsep WHO tahun 1974,
menyebutkan Sehat adalah keadaan sempurna dari fisik, mental, sosial, tidak
hanya bebas dari penyakit atau kelemahan.
Ø
Konsep-konsep kesehatan dikembangkan berdasarkan
:
ü
Dimensi Emosional
Menurut Goleman emosional merupakan hasil campur dari
rasa takut, gelisah, marah, sedih dan senang.
ü
Dimensi Intelektual
Memecahkan masalah dengan pikiran yang tenang, yang
dapat memecahkan masalah tersebut. Misalnya ,berhenti sejenak dan memijit pada
bagian kaki yang keseleo saat bermain futsal.
ü
Dimensi Fisik
Suatu kondisi tubuh yang di haruskan dengan kondisi
tubuh sehat.
ü
Dimensi Sosial
Seseorang dapat melakukan perannya dalam lingkup yang
lebih besar dan dapat berinteraksi dengan baik
ü Dimensi
Spiritual
Spiritual merupakan kehidupan kerohanian. Dengan
menyerahkan diri dengan bersujud dengan kepercayaan agama masing-masing.
Misalnya , ketika di diagnosa menderita penyakit kronis , adakalanya selalu
memohon dan meminta kesembuhan kepada Allah SWT.
II.
Kesehatan menurut Freund (1991) adalah suatu kondisi
yang dalam keadaan baik dari suatu organisme atau bagian yang dicirikan oleh
fungsi yang normal dan tidak adanya penyakit, juga sampai pada kesimpulan
mengenai kesehatan sebagai suatu keadaan tidak adanya penyakit sebagai salah
satu ciri kalau organisme disebut sehat. Mental hygiene disebut juga ilmu
kesehatan mental merupakan ilmu pengetahuan yang masih muda. Dulu orang
berpendapat gangguan keseimbangan mental itu disebabkan oleh gangguan roh
jahat.
Kesehatan mental di cetuskan oleh Adolf Meyer
(psychiater) berdasarkan saran Beers (mantan penderita sakit mental), membantu
perkembangan gerakan usaha kesehatan mental. Dialah yang mengemukakan istilah Mental Hygiene. Di amerika pada tahun
1908 terbentuk suatu organisasi “Connectitude Society for Mental Hygiene”. Pada
tahun 1909 berdirilah “The National Committee for Mental Hygiene”. Di inggris
pada tahun 1842 berdirilah organisasi “The Society for Improving the Condition
Association for the Protection of the Insane and the Prevention of Insanity”.
Akibat perang dunia I dan II banyak terdapat penderita War Neurosis di kalangan anggota
militer, sehingga gerakan Mental Hygiene
makin besar usahanya mencari metode yang efisien untuk mencegah gangguan mental
serta mengadakan pembaharuan dalam metode penyembuhan. Pada tahun 1930 Mental Hygiene mengadakan kongres
pertama di Washington D.C. tahun 1946 Presiden Amerika Serikat menandatangani
undang-undang “The National Mental Health Act” untuk memajukan kesehatan mental
rakyat Amerika, yang menyelenggarakan program Mental Hygiene antara lain:
v
WHO : Organisasi ini memberi informasi dan
penyuluhan mengenai kesehatan mental kepada anggota UNO. Mengadakan pengawasan
terhadap alkoholisme, pencegahan kriminal.
v
UNESCO : Untuk menstimulir penukaran masalah
informasi kebudayaan antar bangsa. Didalamnya terdapat suatu departemen yang
mengurusi masalah sosial
v
WFMH : Di dirikan pada tahun 1948. Antara the
internasional committee for mental hygiene dengan the british association for
mental health, merupakan kelompok non govermental health agencies membantu
kesehatan di dunia.
III.
Kesehatan mental bukanlah disiplin ilmu yang
berdiri sendiri, kesehatan mental ini terdiri dari banyak bidang ilmu baik yang
secara langsung membidangi kesehatan ataupun tidak. Dibalik berbagai konsep
kesehatan mental beberapa ahli menemukan orientasi umum dan pola wawasan
mental. Salah satu yang mengembangkan orientasi umum dan pola wawasan mental
ini adalah Saparinah Sadli.
Saparinah Sadli mengemukakan
tiga macam orientasi besar dalam kesehatan mental, yaitu:
1)
Orientasi Klasik.
Orientasi klasik menurutnya adalah “seseorang
dianggap sehat apabila ia tidak mempunyai keluhan tertentu seperti ketegangan,
rasa lelah, cemas, rendah diri atau perasaan tidak berguna yang semuanya
menimbulkan perasaan sakit atau rasa tidak sehat, serta menggangu efisiensi
kegiatan sehari-hari”. Dalam definisi ini, orientasi klasik mengemukakan orang
yang sehat berarti orang yang tidak mempunyai berbagai keluhan yang berakibat
sakit untuk dirinya di dalam kehidupan sehari-hari. Seperti tidak cepat merasa
lelah, cemas, tidak percaya diri, cepat putus asa, perasaan tidak berguna dan
lain sebagainya. Biasanya ranah cakupan orientasi klasik ini banyak berkembang
didunia kedokteran.
2)
Orientasi Penyesuaian Diri.
Orientasi penyesuaian diri adalah “seseorang
dianggap sehat mental bila ia mampu mengembangakan dirinya sesuai dengan
tuntutan orang-orang lain serta lingkungan sekitarnya”. Definisi diatas
berarti, orang dikatan sehat apabila ia mampu bergaul dengan orang-orang
disekitarnya. Karena manusia adalah makhluk sosial yang tidak akan pernah bisa
untuk hidup sendiri tanpa bantuan orang lain.
3)
Orientasi Pengembangan Potensi.
Orientasi pengembangan potensi menurut beliau
adalah “seseorang dianggap mencapai taraf kesehatan jiwa bila ia mendapat
kesempatan untuk mengembangkan potensialitasnya menuju kedewasaan sehingga ia
bisa dihargai oleh orang lain dan dirinya sendiri. Definisi diatas berarti
orang dikatakan sehat apabila ia berhasil mengembangkan dirinya sesuai dengan
bakat dan kreativitas yang ia miliki sehingga ia bisa dihargai oleh masyarakat
diluar sana.
Referensi:
Sarwono, Sarlito W.
(2010). Pengantar Psikologi Umum.
Jakarta: Rajawali Pers.
Rochman, Kholil Lur. (2010). Kesehatan
Mental. Yogyakarta: Fajar Media Press
Rochman, Kholil Lur. (2010). Kesehatan
Mental. Purwokerto: Stain Press
Schultz, Duane. (1991). Psikologi
Pertumbuhan. Yogyakarta: Kanisius
Schultz, Duane. (1991). Psikologi
Pertumbuhan: Model-Model Kepribadian Sehat. Yogyakarta: Kanisius
Sutardjo A. Wiraminardja. (2010). Pengantar Psikologi Abnormal. Bandung: Refika
aditama
B.
Teori Kepribadian Sehat
IV.
Aliran Psikoanalisis
Psikoanalisis merupakan suatu
bentuk model kepribadian. Teori ini sendiri pertama kali diperkenalkan oleh
Sigmund Freud (1856-1938). Freud pada awalnya memang mengembangkan teorinya
tentang struktur kepribadian dan sebab-sebab gangguan jiwa dan dengan konsep
teorinya yaitu perilaku dan pikiran dengan mengatakan bahwa kebanyakan apa yang
kita lakukan dan pikirkan hasil dari keinginan atau dorongan yang mencari
pemunculan dalam perilaku dan pikiran. Menurut teori psikoanalisa, inti dari
keinginan dorongan ini adalah bahwa mereka bersembunyi dari kesadaran
individual.
Dan apabila dorongan – dorongan ini tidak dapat disalurkan, dapat menyebabkan gangguan kepribadian dan juga memggangu kesehatan mental yang disebut Psikoneurosis.
Dan apabila dorongan – dorongan ini tidak dapat disalurkan, dapat menyebabkan gangguan kepribadian dan juga memggangu kesehatan mental yang disebut Psikoneurosis.
Dengan kata lain, mereka tidak
disadari. Ini adalah ekspresi dari dorongan tidak sadar yang muncul dalam
perilaku dan pikiran. Istilah “motivasi yang tidak disadari” / (unconscious
motivation) menguraikan ide kunci dari psikoanalisa. Psikoanalisis mempunyai
metode untuk membongkar gangguan – gangguan yang terdapat dalam ketidaksadaran
ini, antara lain dengan metode analisis mimpi dan metode asosiasi bebas.
Teori psikologi Freud didasari
pada keyakinan bahwa dalam diri manusia terdapat suatu energi psikis yang
sangat dinamis. Energi psikis inilah yang mendorong individu untuk bertingkah
laku. Menurut psikoanalisis, energi psikis itu berasumsi pada fungsi psikis
yang berbeda yaitu:
– Id: merupakan bagian palung primitif dalam kepribadian, dan dari sinilah nanti ego dan Super Ego berkembang. Dorongan dalam Id selalu ingin dipuaskan dan menghindari yang tidak menyenangkan.
– Id: merupakan bagian palung primitif dalam kepribadian, dan dari sinilah nanti ego dan Super Ego berkembang. Dorongan dalam Id selalu ingin dipuaskan dan menghindari yang tidak menyenangkan.
– Ego: merupakan bagian
“eksekutif” dari kepribadian, ia berfungsi secara rasional berdasakan prinsip
kenyataan. Berusaha memenuhi kebutuhan Id secara realistis,yaitu dimana Ego
berfungsi untuk menyaring dorongan-dorongan yang ingin dipuaskan oleh Id
berdasarkan kenyataan.
– Super Ego: merupakan gambaran
internalisasi nilai moral masyarakat yang diajarkan orang tua dan lingkungan
seseorang. Pada dasarnya Super Ego merupakan hati nurani seseorang dimana
berfungsi sebagai penilai apakah sesuatu itu benar atau salah. Karena itu Super
Ego berorientasi pada kesempurnaan.
Kepribadian yang sehat menurut
psikoanalisis:
1. Menurut Freud
kepribadian yang sehat yaitu jika individu bergerak menurut pola perkembangan
yang ilmiah.
2. Kemampuan dalam
mengatasi tekanan dan kecemasan, dengan belajar
3. Mental yang sehat
ialah seimbangnya fungsi dari superego terhadap id dan ego
4. Tidak mengalami
gangguan dan penyimpangan pada mentalnya
5. Dapat menyesuaikan
keadaan dengan berbagai dorongan dan keinginan
V.
Aliran Behavioristik
Behaviorisme juga disebut psikologi
S – R (stimulus dan respon). Behaviorisme menolak bahwa pikiran merupakan
subjek psikologi dan bersikeras bahwa psokologi memiliki batas pada studi
tentang perilaku dari kegiatan-kegiatan manusia dan binatang yang dapat
diamati. Teori Behaviorisme sendiri pertama kali diperkenalkan oleh John B.
Watson (1879-1958)
Aliran behaviorisme mempunyai 3 ciri penting:
Aliran behaviorisme mempunyai 3 ciri penting:
1. Menekankan pada respon-respon
yang dikondisikan sebagai elemen dari perilaku
2. Menekankan pada perilaku yang dipelajari dari pada perilaku yang tidak dipelajari. Behaviorisme menolak kecenderungan pada perilaku yang bersifat bawaan.
2. Menekankan pada perilaku yang dipelajari dari pada perilaku yang tidak dipelajari. Behaviorisme menolak kecenderungan pada perilaku yang bersifat bawaan.
3. Memfokuskan pada perilaku
binatang. Menurutnya, tidak ada perbedaan alami antara perilaku manusia dan
perilaku binatang. Kita dapat belajar banyak tentang perilaku kita sendiri dari
studi tentang apa yang dilakukan binatang.
Menurut penganut aliran ini perilaku selalu dimulai dengan adanya rangsangan yaitu berupa stimulus dan diikuti oleh suatu reaksi beupa respons terhadap rangsangan itu.
Menurut penganut aliran ini perilaku selalu dimulai dengan adanya rangsangan yaitu berupa stimulus dan diikuti oleh suatu reaksi beupa respons terhadap rangsangan itu.
Jadi menurut Behaviorisme manusia
dianggap memberikan respons secara pasif terhadap stimulus-stimulus dari luar.
Kepribadian manusia sebagai suatu sistem yang bertingkah laku menurut cara yang
sesuai peraturannya dan menganggap manusia tidak memiliki sikap diri sendiri.
Kepribadian yang sehat menurut behavioristik:
1. Memberikan respon terhadap faktor dari luar seperti
orang lain dan lingkungannya
2. Bersifat sistematis dan bertindak dengan
dipengaruhi oleh pengalaman
3. Sangat dipengaruhi oleh faktor eksternal, karena
manusia tidak memiliki sikap dengan bawaan sendiri
4.Menekankan pada tingkah laku yang dapat diamati dan
menggunakan metode yang obyektif.
VI.
Aliran Humanistik
Aliran ini berkembang pada tahun
1950. Humanistik merasa tidak puas dengan behavioristik maupun dengan aliran
psikoanalisis. Aliran humanistik ini mengarahkan perhatiannya pada humanisasi
yang menekankan keunikan manusia. Psikologi Humanistik manusia adalah makhluk
kreatif,yang di kendalikan oleh nilai-nilai dan pada pilihan-pilihan sendiri
bukan pada kekuatan-kekuatan ketidaksadaran.
Kepribadian yang sehat menurut
humanistik, perilaku yang mengarah pada aktualisasi diri:
1) Menjalani hidup seperti
seorang anak, dengan penyerapan dan konsentrasi sepenuhnya.
2) Mencoba hal-hal baru ketimbang
bertahan pada cara-cara yang aman dan tidak berbahaya.
3) Lebih memperhatikan perasaan
diri dalam mengevaluasi pengalaman ketimbang suara tradisi, otoritas,
atau mayoritas.
4) Jujur ; menghindari
kepura-puraan dalam “bersandiwara”.
5) Siap menjadi orang yang tidak
popular bila mempunyai pandangan sebagian besar orang.
6) Memikul tanggung jawab.
7) Bekerja keras untuk apa saja
yang ingin dilakukan.
8) Mencoba mengidentifikasi
pertahanan diri dan memiliki keberanian untuk menghentikannya.
·
Perbedaan
Kepribadian Sehat Menurut Aliran Psikoanalisis, Behavioristik, dan Humanistik
v Psikoanalisis
Kepribadian sehat dipengaruhi
oleh adanya keseimbangan antara Id, Ego, dan Superego.
v Behavioristik
Kepribadian sehat dipengaruhi
oleh faktor eksternal seperti orang lain dan lingkungan.
v Humanistik
Kepribadian sehat dipengaruhi
oleh faktor internal atau aktualisasi diri.
VII.
Pendapat
Allport
1.
Allport ingin menghilangkan kontradiksi-kontradiksi dan
kekaburan-kekaburan yang terkandung dalam pembicaraan-pembicaraan tentang
“diri” dengan membuang kata itu dan menggantikannya dengan suatu kata lain yang
akan membedakan konsepnya tentang “diri” dari semua konsep lain. Istilah yang
dipilihnya adalah proprium dan dapat didefinisikan dengan
memikirkan bentuk sifat “propriate” seperti dalam kata “appropriate”.
Proprium menunjuk
kepada sesuatu yang dimiliki seseorang atau unik bagi seseorang. Itu berarti
bahwa proprium (self) terdiri dari
hal-hal atau proses-proses yang penting dan bersifat pribadi bagi seorang
individu, segi-segi yang menentukan seseorang sebagai yang unik. Allport
menyebutnya “saya sebagaimana dirasakan dan diketahui”.
Proprium berkembang
dari masa bayi sampai masa adolesensi melalui tujuh tingkat “diri”. Apabila
semua segi perkembangan telah muncul sepenuhnya, maka segi-segi tersebut
dipersatukan dalam suatu konsep proprium. Jadi proprium adalah susunan dari tujuh tingkat “diri”
ini. Munculnya proprium merupakan suatu
prasyarat untuk suatu kepribadian yang sehat.
ü
“Diri” jasmaniah.
Kita tidak dilahirkan dengan suatu perasaan tentang diri. Bayi itdak dapat
membedakan antara diri (“saya”) dan dunia sekitarnya. Kira-kira pada usia 15
bulan, maka muncullah tingkat pertama perkembangan proprium diri jasmaniah. Kesadaran akan “saya
jasmaniah” misalnya bayi membedakan antara jari-jarinya dan sebuah benda yang
dipegang dalam jari-jarinya.
ü
Identitas diri.
Pada tingkat kedua perkembangan, muncullah perasaan identitas diri. Anak mulai sadar akan identitasnya
yang berlangsung terus sebagai seorang yang terpisah. Anak mempelajari namanya,
menyadari bahwa bayangan dalam cermin adalah bayangan yang sama seperti yang
dilihatnya kemarin, dan percaya bahwa perasaan tentang “saya” atau “diri” tetap
bertahan dalam menghadapi pengalaman-pengalaman yang berubah-ubah.
ü
Harga diri. Tingkat
ketiga dalam perkembangan proprium ialah timbulnyaharga diri. Hal
ini menyangkut perasaan bangga dari anak sebagai suatu hasil dari belajar
mengerjakan benda-benda atas usahanya sendiri. Allport percaya bahwa hal ini
merupakan suatu tingkat perkembangan yang menentukan, apabila orang tua
menghalangi kebutuhan anak untuk menyelidiki maka perasaan harga diri yang
timbul dapat dirusakkan. Akibatnya dapat timbul perasaan dihina dan marah.
ü
Perluasan diri (self extension).
Tingkat perkembangan diri berikutnya adalah perluasan diri, mulai sekitar usia
4 tahun. Anak sudah mulai menyadari orang-orang lain dan benda-benda dalam
lingkungannya dan fakta bahwa beberapa diantaranya adalah milik anak tersebut.
Anak berbicara tentang “kepunyaanku”, ini adlah permulaan dari kemampuan orang
untuk memperluas dirinya, untuk memasukkan tidak hanya benda-benda tetapi juga
abstraksi-abstraksi, nilai-nilai, dan kepercayaan-kepercayaan.
ü
Gambaran diri. Gambaran diri berkembang pada tingkat berikutnya.
Hal ini menunjukkan bagaimana anak melihat dirinya dan pendapatnya tentang
dirinya. Gambaran ini berkembang dari interaksi-interaksi antara orangtua dan
anak. Lewat pujian dan hukuman anak belajar bahwa orangtuanya mengharapkan
supaya menampilkan tingkah laku-tingkah laku tertentu dan manjauhi itngkah
laku-tingkah laku lain. Dengan mempelajari harapan-harapan orangtua, anak
mengembangkan dasar untuk suatu perasaan tanggung jawab moral serta untuk
perumusan tentang tujuan-tujuan dan intensi-intensi.
ü
Diri sebagai pelaku rasional.
Setelah anak mulai sekolah, diri sebagai pelaku rasional
mulai timbul. Aturan-aturan dan harapan-harapan baru
dipelajari dari guru-guru dan teman-teman sekolah serta hal yang lebih penting
ialah diberikannya aktivitas-aktivitas dan tantangan-tantangan intelektual.
Anak belajat bahwa dia dapat memecahkan masalah-masalah dengan menggunakan
proses-proses yang logis dan rasional.
ü
Perjuangan proprium (propriate
striving). Dalam masa adolesensi, perjuangan proprium (propriate
striving), tingkat terakhir tingkat terakhir dalam perkembangan diri
(selfhood) timbul. Allport percaya bahwa masa adolesensi merupakan suatu masa
yang sangat menentukan. Orang sibuk dalam mencari identitas diri yang baru, segi
yang sangat penting dari pencarian identitas ini adalah definisi suatu tujuan
hidup. Pentingnya pencarian ini yakni untuk pertama kalinya orang memperhatikan
masa depan, tujuan-tujuan dan impian-impian jangka panjang.
2.
Ciri-Ciri Kepribadian yang Matang
a) Perluasan Perasaan Diri
ketika seseorang menjadi matang, ia mengembangkan
perhatian-perhatian di luar diri. Tidak cukup sekadar berinteraksi dengan
sesuatu atau seseorang di luar diri. Lebih dari itu, ia harus memiliki
partisipasi yang langsung dan penuh, yang oleh Allport disebut
"partisipasi otentik".
b) Relasi Sosial yang Hangat
Allport membedakan dua macam kehangatan dalam
hubungan dengan orang lain, yaitu kapasitas untuk mengembangkan keintiman dan
untuk merasa terharu. Orang yang sehat secara psikologis mampu mengembangkan
relasi intim dengan orangtua, anak, pasangan, dan sahabat. Ini merupakan hasil
dari perasaan perluasan diri dan perasaan identitas diri yang berkembang dengan
baik.
c) Keamanan Emosional
Kualitas utama manusia sehat adalah penerimaan
diri. Mereka menerima semua segi keberadaan mereka, termasuk
kelemahan-kelemahan, dengan tidak menyerah secara pasif terhadap kelemahan
tersebut. Selain itu, kepribadian yang sehat tidak tertawan oleh emosi-emosi
mereka, dan tidak berusaha bersembunyi dari emosi-emosi itu.
d) Persepsi Realistis
Orang-orang sehat memandang dunia secara objektif.
Sebaliknya, orang-orang neurotis kerapkali memahami realitas disesuaikan dengan
keinginan, kebutuhan, dan ketakutan mereka sendiri. Orang sehat tidak meyakini
bahwa orang lain atau situasi yang dihadapi itu jahat atau baik menurut
prasangka pribadi. Mereka memahami realitas sebagaimana adanya.
e) Keterampilan dan Tugas
Allport menekankan pentingnya pekerjaan dan perlunya
menenggelamkan diri di dalam pekerjaan tersebut. Kita perlu memiliki
keterampilan yang relevan dengan pekerjaan kita, dan lebih dari itu harus
menggunakan keterampilan itu secara ikhlas dan penuh antusiasme. Komitmen pada
orang sehat atau matang begitu kuat, sehingga sanggup menenggelamkan semua
pertahanan ego.
f) Pemahaman Diri
Memahami diri sendiri merupakan suatu tugas yang
sulit. Ini memerlukan usaha memahami diri sendiri sepanjang kehidupan secara
objektif. Untuk mencapai pemahaman diri yang memadai dituntut pemahaman tentang
dirinya menurut keadaan sesungguhnya
g) Filsafat Hidup
Orang yang sehat melihat ke depan, didorong oleh
tujuan dan rencana jangka panjang. Ia memiliki perasaan akan tujuan, perasaan
akan tugas untuk bekerja sampai tuntas sebagai batu sendi kehidupannya. Allport
menyebut dorongan-dorongan tersebut sebagai keterarahan (directness).
Referensi:
Basuki, Heru. (2008). Psikologi
Umum. Jakarta: Universitas Gunadarma
Prabowo, Hendro. (1998).
Psikologi Umum 2. Jakarta:
Universitas Gunadarma
Lindsay,Gardner.
(1993). Psikologi Kepribadian 3:
Teori-Teori Kepribadian dan Behavioristik. Yogyakarta: Kanisius
Suryabrata, S. (1982). Psikologi Kepribadian. Jakarta:
Kanisius.
Schultz, Duane. (1991). Psikologi
Pertumbuhan: Model-Model Kepribadian Sehat. Yogyakarta: Kanisius
Tidak ada komentar:
Posting Komentar